![]() |
Ilustrasi : Pri art |
Kisah Abu dan Bakar
Oleh : Gusti
Bujang Mas
Di
sebuah hutan yang jauh dari keramaian, hiduplah sepasang suami istri. Beberapa
waktu kemudian, lahirlah seorang anak laki-laki yang diberi nama Abu. Ia tumbuh besar, tampan, dan
bertubuh tegap seperti kedua orang tuanya. Setiap hari, Abu dan orang tuanya
pergi ke hutan untuk mencari kayu bakar, yang kemudian mereka jual ke Kampung
yang cukup jauh. Itulah pekerjaan yang dilakukan orang tua Abu setiap hari.
Ketika
Abu berusia dua tahun, sang ibu kembali melahirkan anak laki-laki kedua yang diberi
nama Bakar. Namun, tak lama setelah
melahirkan Bakar, sang ibu meninggal dunia karena kelelahan.
Kesedihan
mendalam menyelimuti sang ayah. Ia harus berjuang seorang diri, mencari kayu
bakar, sambil merawat kedua anaknya yang masih kecil. Seiring waktu, Abu yang
semakin besar mulai membantu ayahnya merawat Bakar. Sang ayah tetap gigih
bekerja untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari.
Waktu
terus berjalan. Abu kini berusia 10 tahun dan Bakar berusia 8 tahun. Sang ayah
mulai sering sakit-sakitan. Namun, Abu dan Bakar sudah cukup besar untuk
menggantikan ayahnya mencari dan menjual kayu bakar.
Suatu
hari, penyakit sang ayah semakin parah. Abu dan Bakar menjadi kebingungan. Abu
mengambil alih pekerjaan mencari kayu bakar, sementara Bakar merawat ayahnya di
rumah.
Saat Abu
berusia 16 tahun dan Bakar 14 tahun, sang ayah memanggil mereka berdua. Abu
duduk di sisi kanan, Bakar di sisi kiri. Sang ayah berkata dengan lirih,
"Abu, Bakar, sakit Bapak ini sudah parah. Jika Bapak meninggal, kalian
berdua harus saling menjaga. Jangan bertengkar. Bapak berharap kalian tetap
menjaga kasih sayang di antara kalian."
Tak lama
kemudian, sang ayah menghembuskan napas terakhir, meninggalkan Abu dan Bakar
untuk selamanya. Mereka berdua sangat sedih, tetapi demi kelangsungan hidup,
mereka melanjutkan pekerjaan orang tua mereka mencari dan menjual kayu bakar.
Namun,
lambat laun, Abu meminta izin pada Bakar untuk pindah dan membangun rumah pondok
di kampung sebelah. Mereka pun berpisah. Kedua saudara itu kini mencari dan
menjual kayu bakar masing-masing. Awalnya mereka masih sering bertemu di tempat
penjualan, namun lama-kelamaan pertemuan mereka menjadi semakin jarang.
Suatu
hari, Bakar memutuskan untuk mengubah usahanya. Ia membeli biji labu untuk
ditanam. Ternyata, tanamannya tumbuh subur dan menghasilkan panen melimpah. Abu
mendengar kabar keberhasilan adiknya dan penasaran. Setelah mengetahui usaha
Bakar, ia pun mencoba menanam hal yang sama. Namun, karena kurangnya
pengetahuan tentang bercocok tanam, tanaman Abu tidak berhasil. Yang tumbuh
hanyalah rumput dan semak belukar yang tidak menghasilkan apa-apa.
Melihat
keberhasilan adiknya, Abu mulai merasa iri.
Ia bahkan mencuri hasil panen Bakar pada malam hari. Bakar yang mengetahui hal
itu tidak marah. Ia malah memberikan satu bidang kebun yang siap panen kepada
kakaknya. Namun, sayangnya, Abu masih saja iri melihat Bakar semakin sukses.
Pada
suatu malam, Abu kembali mencuri hasil panen adiknya. Ia memanen seluruh buah
labu hingga habis dan bahkan merusak batangnya. Melihat tanamannya hancur,
Bakar merasa sangat sedih dan menangis. "Sampai hati Abang bersikap tidak
baik padaku," gumamnya dalam hati sambil menangis tersedu-sedu.
Sementara
itu, Abu menjual hasil curiannya di pasar dan mendapat uang melimpah. Pada
malam harinya, ia tidur pulas karena kelelahan, tidak menyadari bahwa api dari
dapurnya telah menjalar dan membakar dinding rumahnya. Api semakin membesar dan
membakar harta serta uang hasil curiannya. Abu terbangun panik, tetapi api
sudah melahap sebagian tubuhnya.
Warga
yang datang membantu kewalahan memadamkan api. Mereka akhirnya membawa Abu ke
rumah dukun untuk diobati. Mendengar kabar itu, Bakar segera menemui kakaknya.
Ia menangis dan memeluk Abu. Setelah itu, Bakar membawa Abu pulang ke rumahnya
untuk dirawat.
Meskipun
Abu mengalami cacat akibat luka bakar, Bakar merawatnya dengan penuh kasih
sayang. Dengan bimbingan Bakar, usaha mereka kembali meningkat. Mereka akhirnya
hidup bersama dengan bahagia seperti di masa lalu, hingga maut memisahkan
mereka di akhir hayat.
***********
Berdasarkan
kisah Abu dan Bakar, ada beberapa pelajaran penting yang bisa kita ambil yaitu :
·
Pentingnya
Menjaga Kasih Sayang Antar Saudara.
Pesan terakhir sang ayah adalah agar Abu dan Bakar saling menjaga dan tidak
bertengkar. Sayangnya, pesan ini sempat dilupakan oleh Abu saat ia iri dengan
kesuksesan adiknya. Namun, pada akhirnya, kasih sayang Bakar yang tuluslah yang
menyelamatkan dan menyatukan mereka kembali.
·
Iri
Hati Menghancurkan Diri Sendiri. Iri
hati Abu terhadap keberhasilan Bakar membuatnya melakukan tindakan buruk,
seperti mencuri dan merusak kebun adiknya. Iri hati ini tidak hanya menyakiti
Bakar, tetapi juga membawa petaka bagi dirinya sendiri, di mana rumah dan
hartanya terbakar habis. Ini menunjukkan bahwa rasa dengki pada orang lain
justru akan berbalik merugikan diri kita sendiri.
·
Tulus
dan Ikhlas Membawa Berkah. Bakar
menunjukkan keikhlasan yang luar biasa. Saat tahu Abu mencuri hasil panennya,
Bakar tidak marah, bahkan ia memberikan kebunnya. Ketika Abu tertimpa musibah,
Bakar tanpa ragu merawatnya dengan tulus. Sikap tulus ini pada akhirnya membuat
hidupnya damai dan penuh berkah.
·
Memaafkan
adalah Kunci Kebahagiaan. Bakar bisa
saja membenci Abu, tetapi ia memilih untuk memaafkan dan merawatnya. Sikap
pemaaf ini mengakhiri konflik dan membawa kebahagiaan bagi mereka berdua.
Mereka akhirnya bisa kembali hidup rukun seperti yang diimpikan sang ayah.
0 Komentar