SUKADANA,
KAYONG UTARA
– Dalam balutan suasana khidmat dan penuh semangat, jamaah MAS ELING (Maghrib Isya'
Keliling) pimpinan Ustadz Amiruddin dari Desa Rantau Panjang
menggelar ziarah akbar ke sejumlah makam bersejarah di Sukadana, Kalimantan
Barat, pada Minggu, 15 Juni 2025. Kegiatan spiritual ini menarik antusiasme
tinggi, terutama dari para remaja putra dan putri yang mendominasi rombongan,
menunjukkan minat mendalam mereka terhadap sejarah dan nilai-nilai keagamaan.
Mendaki
Sejarah di Makam Keramat Gunung Lalang
Rute
pertama ziarah membawa rombongan ke Makam Keramat Gunung Lalang,
yang terletak di Desa Harapan Mulia, Kecamatan Sukadana. Untuk mencapai puncak,
para jamaah harus berjuang mendaki anak tangga yang cukup menguras tenaga, hal
ini merupakan sebuah simbol perjuangan dalam menelusuri jejak sejarah dan
spritualitas.
Setibanya di puncak, acara
dimulai dengan pengantar dari Ustadz Amiruddin. Beliau menyampaikan niat mulia
di balik ziarah kubur. "Yang pertama adalah untuk mengingat bahwa semua
makhluk pasti akan mati, sebuah pengingat akan kefanaan dunia," jelas
Ustadz Amiruddin. "Berikutnya, ziarah ini adalah kesempatan untuk mengingat
serta meneladani perjuangan dari sosok yang kita ziarahi."
Makam
di Gunung Lalang ini memiliki nilai sejarah yang luar biasa, sebab disanalah
bersemayam jasad Raja Tanjungpura era Sukadana
abad ke-16. Mereka adalah Panembahan Dibaroh
dengan gelar Sultan Musthafa Izzudien, yang wafat pada tahun 1590 M, dan Panembahan Giri Mustika
bergelar Sultan Muhammad Tsafiuddin, yang wafat pada tahun 1677 M. Keduanya
dikenal memiliki peran penting dalam membangun peradaban di Tanah Kayong,
termasuk dalam mendukung syiar dan penyebaran agama Islam yang saat itu mulai
berkembang pesat.
Jembatan
Pengetahuan Lintas Generasi
Turut
serta dalam rombongan ziarah ini adalah Miftahul Huda, sebagai
Tim Ahli Cagar Budaya.
Ia tak hanya hadir sebagai peserta, tetapi juga memberikan pencerahan terkait
situs cagar budaya Keramat Gunung Lalang. Miftahul Huda menjelaskan sejarah
singkat serta peran strategis kedua pemimpin Islam yang pernah berkuasa di masa
Tanjungpura era Sukadana tersebut.
Huda juga menekankan pentingnya
melestarikan dan menjaga warisan leluhur dari berbagai aspek. Menurutnya, hal
ini dapat dipahami dari makna simbolik di balik teks-teks sejarah kuno serta
bukti-bukti arkeologi yang masih dapat ditemukan hingga saat ini. Penjelasannya
menambah dimensi historis dan makna filosofis bagi para jamaah, terutama kaum
muda, tentang nilai warisan yang mereka ziarahi.
Menggali
Pelajaran Berharga di Setiap Makam
Setelah
pembacaan doa yang dipimpin oleh Ustadz Amiruddin, jamaah MAS ELING melanjutkan
perjalanan ziarah ke makam berikutnya, yaitu Makam Panembahan Air Mala
di Desa Gunung Sembilan, Sukadana.
Makam Raja Ayer
Mala, lazim disebut Air Mala, namun ada juga yang menyebutnya
dengan gelar Panembahan Ayer Mala dan gelar Sultan Umar Aqamuddien (1518-1526).
Ayer Mala merupakan raja ke 8 di
Kerajaan Tanjungpura, ketika
beribu kota di Sukadana.
Kerajaan ini lebih dikenal dengan Kerajaan Sukadana Tua. Ayer
Mala memerintah dikurun abad 16. Beliau memerintah setelah pamannya,
Pangeran Anom sebagai pemerintahan sementara. Pangeran Anom memerintah sementara, sebab
ayah Ayer
Mala, yaitu Bandala
wafat ketika Ayer Mala belum
dewasa.
Aktivitas serupa,
dengan refleksi dan doa, kembali dilakukan di sana. Melalui kegiatan ziarah
ini, Ustadz Amiruddin berharap para jamaah, khususnya anak-anak muda, dapat
merasakan pengalaman langsung tentang sejarah dan spiritualitas. Konsep "Belajar bernilai
ibadah" menjadi pokok utama yang ingin ditanamkan dari
setiap langkah perjalanan ziarah ini. Ini adalah upaya nyata untuk menumbuhkan
kesadaran akan pentingnya memahami akar sejarah dan keagamaan, serta mengambil
teladan dari para pendahulu dalam membangun peradaban.
0 Komentar