Tersebutlah kisah seorang Raja
beristri dua. Istri pertama bernama Siti Rejenah. Sedangkan istri kedua, dalam
cerita tidak disebutkan namanya. Kedua istri Raja ini tent memiliki karakter
yang berbeda. Istri pertama berperangai penurut, sedangkan istri kedua memiliki
sifat tamak.
Tanpa diketahui sang Raja, istri keduanya memiliki niat
busuk. Dia ingin menyingkirkan Pemaisuri, yaitu Siti Rajenah. Berbagai cara dia
lalukan untuk menjatuhkan dan memfitnah Pemaisuri. Sehingga muncul bermacam
masalah dan fitnah dalam istana.Melihat situasi istana yang kacau balau, Raja
memanggil Perdana Menteri untuk berunding. Raja meminta pendapat Perdana
Meteri, apa yang harus dia lakukan. Siapa yang telah menyebabkan istana menjadi
kacau. Siapa pembawa sial, sehingga istana menjadi seperti ini. Masukan Perdana
Menteri, sang Raja harus memanggil Ahli
Nujum Negera. Agar Ahli Nujum dapat menilek¹, apa penyebab dari
kekacauan tersebut.
Akhirnya Raja memerintahkan Perdana Menteri memanggil
Ahli Nujum menghadap. Sebelum Raja memanggil
Ahli Nujum ke istana, istri keduanya telah mendengar pembicaraan suaminya
dengan Perdana Meteri. Sebelum pegawai istana mendatangi Ahli Nujum, istri
kedua Raja terlebih dahulu menemui Ahli Nujum. Istri kedua Raja telah membuat
kesepakatan dengan Ahli Nujum, bahwa jika ditemukan hal yang jahat-jahat dalam tentemasan² Ahli Nujum pada
dirinya, tuduhkan ke Siti Rajenah sang Pemaisuri. “Jike kau nenemas³ (betemas) nanti, mun nang⁴
ndak bagos⁵ kabakan⁶ itu Siti Rajenah, nang bagos-bagos arahkan ke aku.
Nanti kau kuberik duet⁷ dan
jabatan mah⁸,”
pujuk istri kedua Raja kepada Ahli Nujum.
Ternyata, sejak dulu sogok-menyogok/sopoi-menyopoi⁹
sudah ada. Demi mewujudkan ambisinya, berbagai cara dilakukan istri kedua sang Raja. Dia
rela menyogok Ahli Nujum, demi menjatuhkan Permaisuri agar dia terlihat baik di
mata suaminya. Ketawak¹⁰ pun terdengar membahana
keseluruh negeri. Raja bermaksud memeberitahu/mengumumkan ke sekabeh¹¹ warga negerinya.
Bahwa dia akan menilek 2 istrinya, mana yang membawa sial dalam
istananya. Mendengar suara ketawak kerajaan, warga
negeri berdatangan. Setelah rakyat berkumpul, pejabat kerajaan pun mengumumkan ikhwal
niat sang Raja.
Dihadapan Raja, pejabat istana dan
rakyat kerajaan, telah duduk istri pertama dan istri kedua Raja. Istri pertama
tampak pasrah dan ikhlas dengan apapun hasil dan keputusan dari tentemasan Ahli
Nujum. Sementara, istri kedua senyum-senyum seolah tak bersalah, dan merasa yakin
usahanya berhasil. Sebab, istri kedua Raja telah nyogok¹² Ahli Nujum. Tak lama,
paduka Raja memerintahkan Ahli Nujum untuk menilek. Setelah beberapa kali
menilek dan seolah-olah tampak serius, Ahli Nujum menyampaikan hasil tilekannya¹³ ke Raja.
“Daulat tuanku. Ampon¹⁴ beribu-ribu ampon, sembah patek harap diampon¹⁵. Berdasarkan penilekan¹⁶ patek, sebenanye yang membawa’
sial di istana ni istri tue¹⁷ yang mulie¹⁸ Siti Rajenah, bukan istri kedua’ yang mulie. Ampon
beribu-ribu ampon tuanku,” papar Ahli Nujum ke
baginda Raja.
“Daulat tuanku. Ampon¹⁴ beribu-ribu ampon,
sembah patek harap diampon¹⁵. Berdasarkan penilekan¹⁶ patek, sebenanye yang membawa’ sial di istana ni
istri tue¹⁷ yang mulie¹⁸ Siti Rajenah, bukan istri kedua’ yang mulie. Ampon beribu-ribu
ampon tuanku,” papar Ahli Nujum ke baginda Raja.
Mendengar penjelasan Ahli Nujum demikian, Siti Rajenah cuma terdiam. Wajahnya lesu,
hatinya terasa beku. Fitnah ini begitu besar baginya. Tapi apa daya, dia tidak
bisa berbuat banyak. Sifat lugu dan penurutnya, dimanfaatkan oleh madunya
(istri kedua Raja) yang sedarakah. Dia hanya pasrah kepada Yang Kuasa, karena
dia yakin dengan kebesaran Allah SWT. Kelak Allah akan tujukan siapa yang benar
dan siapa yang salah. Yang terpenting saat ini, dia berpikir bagaimana mengurus
dan membesarkan buah hatinya yang masih bayi.
Si istri kedua merasa besar kepala.
Dihadapan Raja, pejabat istana dan rakyat dia senyum-senyum sinis. Dia meraka
paling benar dan mulia. Tanpa merasa berdosa, dia membusungkan dada. Seolah dia
yang paling pantas menjadi pemaisuri sesungguhnya, bakan Siti Rajenah. Tanpa
menaruh curiga, Raja langsung pecaya saja dengan terawangan Ahli Nujum. Sebab
selama ini Ahli Nujum tidak pernah membohongi Raja. Tapi, karena uang yang
besar dan janji jabatan yang tinggi dari istri kedua Raja, Ahli Nujum yang baik
berubah jadi zalim. Padahal Ahli Nujum tahu resikonya jika Raja tahu, nyawanya
menjadi taruhan.
Hukuman penggal siap menanti, jika kebohongannya
terbongkar. Dengan berat hati, Raja memantapkan
tekadnya untuk mengungsikan Pemaisuri jauh dari istana. Dia memberi titah
kepada pejabat istana, agar mengantar Permaisuri dan anaknya tinggal di dalam
hutan. Bersama Permaisuri dan anaknya, ikut juga seorang Dayang¹⁹. “Perdana Menteri, perintahkan kepade²⁰ hulu balang agar mengantar Pemaisuri ke utan²¹!
Siapkan segale pebekalan mereke untok menjalani idop di utan²²!” titah Raja kepada Perdana Menteri.
Beras, padi, benih/bibit sayur-mayur
disiapkan untuk Permaisuri menjalani hidupnya di hutan. Sebagai pendamping
Permaisuri dan anaknya, ada 1 orang dayang yang ikut, sebagai Mak Inang²³. Setelah dianggap
siap, berangkatlah pengawal kerajaan mengatar Pemaisuri dan anaknya ke hutan.
Keluar kampung masuk kampung.
Perjalanan ditempuh lebih kurang sebulan. Sebutir telur ayam
yang dibekalkan ayahandanya, digengam si balita dalam gendongan ibunya. Selama
lebih kurang sebulan perjalanan, telur tersebut tetap melekat dalam genggaman si
balita.
Sesampai di hutan, para pengawal kerajaan
berjibaku membuatkan pondok untuk tinggal Pemaisuri, anaknya dan Dayang. Ada
yang menebang pepohonan untuk persiapan lahan Siti Rejenah bertanam-tanam atau
berladang. Setelah semua dipersiapankan, para pengawal kerajaan kembali ke
istana. Tinggalah Permaisuri bertiga di dalam hutan belantara.
Di hutan, mereka bercocok tanam beragam sayur dan
buah-buahan. Untuk kebutuhan pokok, mereka menanam padi juga. Untuk keperluan
lauk-pauk, kadang mereka menanggok²⁴ ikan/udang di sungai.
Pekerjaan ini sebagian besar dilakukan Dayang/Mak Inang. Sedangakan Pemaisuri
fokus menjaga balitanya. Sesekali Pemaisuri turun tangan juga bercocok tanam,
gantian Mak Inang yang menjaga balitanya.
Pertumbuhan anak Siti Rejenah semakin semakin baik.
Kini balita tersebut sudah pandai merangkak. Sambil merangkak dia bermain
dengan telur ayam yang dia bawa dari istana. Anehnya, telur ayam tersebut tidak
pecah dimainkannya.
Tak disangka, telur ayam yang digenggam balita tersebut
saat digendong ibu dari istana ke utan. Telur yang dia mainkan saban hari
ketika dia merangkak, menetas seekor anak anak ayam yang sehat. Jika biasanya
usia tetas ayam 3 minggu saja jika dieram, ini berbulan-bulan baru menetas.
Seharusnya telur tersebut, rusak, busuk atau pecah karen menjadi mainan anak
Siti Rejenah. Tapi malah menetaskan anak ayam.
Sekarang si balita tersebut punya teman bermain, anak
ayam. Satu-satunya teman yang setia mendampingi dia saat ibunya sedang bekerja.
Saban hari, dia bermain dengan ayam tersebut, sehingga keakrabannya seperti
sesama manusia. Ayam tersebut pun semakin hari semakin besar, menjadi ayam
jogok²⁵. Jogok yang gagah dan mengerti
bahasa tuannya.
Tak terasa, anak Permaisuri semakin
tumbuh remaja. Anak yang bernama lengkap
Raden Panji Rajune tersebut, kini sudah bisa berbicara
dengan lancar. Pemikirannya tumbuh
kritis seiring pertumbuhan badannya. Suatu ketika, dia
bertanya dengan ibunya, kemana
ayahnya.
“Mak, kemane bapak te’²⁶? Emang saye ndak punye bapak ke?²⁷”, tanya
kritis Raden Panji
Rajune ke ibunya. Permaisuri pun menceritakan ikhawal
bapak anaknya, dan cerita hidup
mereka hingga mereka tinggal di hutan.
Rasa tersayat sembilu. Hatinya pedih ketika mendengar
cerita pilu ibunya difitnah, dan
diusir dari istana. Tetesan air mata ibunya, membuat
dadanya sesak. Di benaknya, dia nekad
mencari ayahandanya.
Tekadnya sudah bulat. Dia berpamitan dengan ibunya,
bahwa dia ingin pergi mencari
ayahnya, yaitu raja yang telah mengusir ibunya.
Sebetulnya ibunya berat mengijikannya
mencari bapaknya. Tapi Pemaisuri sadar, bahwa dia tidak
boleh melarang anaknya ketumu
bapaknya.
Dengan berbekal sedanya, setelah mendapat restu ibunya,
dia pun berangkat. Tak
lupa ayam jogok kesayangannya dikepet²⁸ juga. Setelah perjalanan panjang, sampailah
Raden Panji Rajune sebauh kerajaan. Mampirlah dia
menyapa pengawal di gerbang istana,
bertanya dan menceritakan bahwa dia ingin mencari
bapaknya. Di jawab pengawal istana
bahwa mereka tidak mengenal bapak Raden Panji.
“Baeklah²⁹ kalau kalian ndak
kenal bapak saye³⁰. Saye maok³¹ ketemu raje³² kalian, maok
ngajak³³ raje besabong³⁴. Tolong beri’ tau raje kalian!” ajak Raden Panji
Rajune kepada raja di
kerajaan tersebut.
Pengawal pun memberitahu Raja mereka ikhwal tawaran Raden Panji. Mendengar ada
yang ingin adu ayam jantan, Raja pun mempersilakan Raden Panji masuk menghadap.
Pada
masa itu, mengadu ayam menjadi kebiasaan raja-raja ketika itu.
Setelah Raden Panji Rajune menghadap paduka Raja, dialog antara mereka terjadi.
Raja menanyakan maksud kedatangan Raden ke istana. Raden Panji menceritakan
niatnya
ingin adu ayam jago dengan sang raja tersebut.
“Hahaha….
Ayam kau kecik³⁵, nak³⁶ melawan ayam aku. Mun³⁷ kau menang, aku
berikan
sebagian negeri ini ke kau. Mun kau kalah, aku penggal leher kau,” hardik Raja
meremehkan
ayam Raden Panji yang lebih kecil dibanding ayamnya.
“Baek
yang mulie, saye siap menerima resiko apepon³⁸ yang mulie,” jawab Raden Panji
Rajune percaya diri dan semengat tanpa rasa takut. Mereka masing-masing
mengeluarkan
ayam jagonya.
“Haha….
Mun kau menang boleh-bolehlah. Ayam aku neh³⁹ udah berape kali ngalahkan
dan matikan ayam urang⁴⁰ ,” cibir Raja ke
Raden Panji, meremehkan ayam Raden Panji.
Raja pun mengeluarkan ayam jogok andalannya. Dia yakin ayamnya akan menang
melawan ayam Raden Panji. Sementara, sebelum berlaga, Raden Panji berdendang
dan
membelai ayam kesayangannya.
“Hai berkokoklah ayam jalak jemiring! Ayam berkokok sambel
berseloke⁴¹, membawa kate
gile gerang raje sekali⁴². Siti Rejenah dibuang
di dalam hutan belantare, meranakan⁴³ Raden
Panji Rajune,” nyanyian Raden Panji Rajune sambil mengelus-elus ayamnya.
Setelah berdengdang dan mengelus ayamnya, ayam Raden Panji langsung berkokok.
Selesai berkokok langsung menyerang ayam Raja tersebut. Hanya dengan beberapa
kali
pukulan saja, ayam Raja langsung keok terkapar.
Raja jadi heran, mengapa ayam Raden Panji bisa menang. Padahal ayam Raja
tersebut
ayam andalannya, yang telah beberapa kali memenangkan laga sabung.
“Gaimane
ceritenye⁴⁴ ayam kau bise⁴⁵ menang ni?” tanya raja penasaran, tatapannya
kosong, karena penasaran campur kesal.
“Ndak
tau gak am tuanku⁴⁶,” jawab singkat
Raden Panji kepada Raja.
Raja dulu memegang janji. Karena dia
telah berjanji kepada Raden Panji Rajune, akan
menyerahkan sebagian wilayah kekuasaannya. Dan janji
tersebut ditunaikan sang Raja.
Sebagian dari wilayah kerajaannya diserahkannya ke
Raden Panji Rajune. Raden Panji pun
pulang membawa kemenangan. Sayangnya, dia tidak
menemukan bapak kandungnya.
Raden Panji menceritakan ke ibunya ikhwal dia menang
besabong. Bahwa dia
mendapatkan sebagian dari wilayah kekuasaan Raja,
sebagai akad taruhan besabong
dengan Raja. Tetapi jika dia kalah, maka lehernya akan
dipenggal Raja.
Raden Panji tak putus asa. Dia akan
terus mencari bapaknya hingga ketemu. Seminggu
lagi, dia berencana membawa ayam jogoknya ke negeri
lain. Tujuannya, mencari bapaknya
sambil nyabong⁴⁷ ayam. Sekitar seminggu
selebas laga ayam, Raden Panji Rajune berangkat
lagi ke negeri lain.
Dengan membawa ayam jago dan buntel sebutik⁴⁸, Raden Panji melangkah pergi meninggalkan rumahnya. Berhari-hari dia berjalan, akhirnya sampai di suatu kerajaan.
Di depan gerbang istana,
para hulu balang (tentara kerajaan) telah siaga. Hulu
balang mengepang di gerbang, menghadang agar Raden Panji tidak nyelonong masuk. Setelah
terjadi dialok antara dia dan hulu balang. Hulu balang menanyakan Apa tujuan Raden Panji,
dan Raden Panji pun menjelaskan tujuannya.
Walaupun sempat diejek hulu balang karena
ayamnya kecil, akhirnya dia diijinkan ketemu Raja.
Lagi-lagi, sang Raja mentertawakan
Raden Panji, karena melihat ayamnya yang kecil. Sedangkan ayam jogok Raja besar-besar. Karena Raja
memiliki banyak koleksi ayam jogok andalan. Turunlah
Raja, Raden Panji dan lainnya ke tempat laga ayam. Raden Panji hanya sendiri, tetapi
nyalinya tinggi, dan percaya dirinya pun tinggi. Taruhnya sebagian wilayah
kerajaan, apabila Raden Panji menang. Jika Raden Panji kalah, maka lehernya
akan dipotong algojo sang Raja.
Seperti biasa, belum mulai besabong,
Raden Panji mendendangkan dan mengeluselus ayamnya. Syair dan langgamnya sama
dengan sebelumnya. “Hai berkokoklah ayam jalak
jemiring! Ayam berkokok sambel berseloke, membawa kate gile gerang raje sekali.
Siti Rejenah dibuang di dalam hutan belantare, meranakan Raden Panji Rajune,” nyanyian Raden Panji, seolah membaca mantera untuk
menyemangati ayamnya.
Setelah dibacakan mantera, ayam
Raden Panji mengepakan sayapnya dan berkokok.
Setelah itu langsung menyerang ayam Raja. Hanya dengan
beberapa pukul saja, ayam Raja
lunglai/keok. Akhirnya Raden Panji Rajune mendapatkan
sebagian wilayah kerajaan dari
taruhan pertamanya.
Raja merasa tak puas. Tak masuk akal, ayam Raden Panji
yang kecil bisa mengalahkan
ayam jagonya yang besar dan biasa juara. Raja
mengeluarkan ayam jago lain, mengajak
Raden Panji bertarung kembali. Kali ini taruhannya
emas, intan dan berlian.
Seperti sebelumnya, hanya dalam beberapa pukul saja,
ayam jago Raja kalah lagi. Raja
berpikir, jangan-jangan Raden Panji memiliki kesaktian
dan kebal. Ayam Raja yang besar dan
jaura saja, bisa kalah dengan ayam Raden Panji yang
kecil. Raja tak berani lagi melanjutkan
laganya. Dia menyerahkan emas, intan dan permata ke
Raden Panji.
Raden Panji pulang membawa kemenangan, dapat wilayah
dan barang berharga.
Sesampai di rumah, dia jelaskan ke ibunya dari mana dia
mendapatkan barang-barang
tersebut. Mendengar penjelasan anaknya, sang ibu merasa
senang dan bangga. Mungkin
saat itu adu ayam belum dilarang.
Minggu berikutnya, Raden Panji
Rajune pergi merantau lagi ke negeri lain. Tujuan
utamanya tetap mencari bapaknya, sambil menadu ayam
dengan raja. Di kerajaan manapun,
ayamnya tak terkalahkan, dan dia mendapatkan sebagian
waliayah kerajaan.
Singkat cerita, sampailah Raden Panji ke kerajaan
bapaknya. Dia belum tahu bahwa itu
kerajaan bapaknya, yang telah membuang dia dan ibunya.
Seperti biasa, di depan istana
dia dihadang dan dicerca dengan beragam pertanyaan.
Setelah menjelaskan tujuannya
ingin mengadu ayam dengan Raja, dia pun dipersilakan
Raja masuk istana. Pegawai istana
sempat meremehkan ayam Raden Panji yang kecil.
Ketika melihat Raden Panji Rajune dihadapannya, sang
Raja merasa terkejut. Orang
yang dihadapannya mirip dengan dia. Pirasatnya
mengatakan, “Jangan-jangan ini anakku
yang aku buang dulu.” Namun mau mengaku malu, karena
sudah membuang dia dan
ibunya.
“Siape name kau⁴⁹?” tanya Raja ke Raden Panji Rajune. Namun pertanyaan Raja tak
dijawab Raden Panji secara langsung. Raden Panji hanya
bilang bahwa dia dari hutan.
Raden Panji sudah punya pirasat, bahwa dihadapannya
mungkin ayah kandungnya.
“Saye dari utan belantare⁵⁰. Ngengon⁵¹
ayam ini, maok nantang besabong,” jawab Raden
Panji Rajune.
Raja pun memerintahkan pegawainya mengeluarkan ayam
jagonya. Seperti biasa,
Raja dan Raden Panji telah membuat akad kesepakatan
sebagai taruhannya. Jika Raden
Panji kalah, maka akan dihukum pancung. Tetapi jika
Raden Panji menang, maka sebagian
dari wilayah kerajaan ini akan menjadi miliknya.
Sebelum besabong, seperti biasa,
Raden Panji Rajune berdendang dan membelai
ayamnya. Selesai melantukan syairnya, ayam Raden Panji
mengepakan sayapnya dan
bekokok. Setelah itu ayam tersebut langsung memukul
ayam bapaknya. Tak lama, ayam
jogok bapaknya keok.
Ini kemenangan kejutuh kalinya.
Karena enam negeri yang dilewatinya, sebagian
wilayah keenam negeri tersebut sudah menjadi miliknya.
Terakhir, yang ketujuh, mendapat
sebagian lagi dari negeri bapaknya sendiri.
Usai besabong, Raja mengajak Raden Panji masuk ke
istana . Bapaknya ingin begalo⁵²
dan menjamu Raden Panji dengan makanan
istimewa istana. Raja ingin menyelidiki siapa
Raden Panji sesungguhnya. Karena pirasatnya mengatakan,
anak yang ada dihadapannya
adalah anak kandungnya.
“Siape bah name kau sebenanye⁵³, dan kau tinggal dimane⁵⁴?” tanya raja menyelidik
Raden Panji.
“Name⁵⁵
saye Raden Panji Rajune. Saye tinggal di utan belantare,” jawab Raden Panji
tegas dan tegar.
“Siape name mak⁵⁶
kau?”
tanya Raja lebih lanjut, memastikan pirasatnya,
benarkah
yang dihadapannya anak kandungnya. Raden Panji pun
menyebutkan ibunya Siti Rejenah.
Mendengar jawaban Raden Panji Rajune, Raja menangis
sejadi-jadinya. Dipeluknya
Raden Panji, dan dia mengatakan bahwa Raden Panji
adalah anaknya. Namun Raden Panji
membantah. Jika dia anak Raja, mengapa dia dan ibunya
dibuang di hutan belantara. Bahwa
dia anak orang miskin yang terlantar di hutan. Raja
tetap bersikukuh mengatakan, bahwa
Raden Panji anak kandungnya.
Akhirnya Raja memanggil Ahli Nujum menghadap. Raja
ingin tahu bagaimana cerita
sesungguhnya. Mungkin dia telah terpedaya istri
keduanya, sehingga berbuat zalim
terhadap Siti Rejenah dan Raden Panji.
Berceritalah Ahli Nujum.
Sesungguhnya Siti Rejenah orang baik, betuah⁵⁷. Dia terpaksa
mengatakan Siti Rejenah yang membawa sial, karena dia
ditekan dan diancam istri kedua
Raja. Jika tidak diturutinya, maka istri kedua Raja
akan membunuhnya.
Raja memerintahkan memanggil istri keduanya. Ditanya
istri keduanya, benarkah
yang diceritkan Ahli Nujum tersebut. Dengan wajah pucat
dan isak tangis, istri kedua Raja
mengakui, bahwa dialah yang merencanakan agar Siti
Rejenah diusir dari istana.
Karena sudah diketahui Siti Rejenah tidak bersalah,
Raja memerintahkan bala hulu
balang menjemput permaisurinya di hutan. Dengan berat
hati, Siti Rejenah meninggalkan
tentanaman⁵⁸
dan kebunnya yang telah menghasilkan.
Di istana telah dipersiapkan acara persta penyambutan.
Dalam acara tersebut Raja
bertitah, bahwa Raden Panji Rajune adalah anak
kandungnya. Raja meminta maaf kepada
Siti Rejenah atas kekhilafannya.
Akhirnya Siti Rejenah kembali menjadi Permaisuri.
Sementara, atas kebijaksanaan Raja,
istri keduanya menjadi pembantu Permaisuri. Raja tidak
menjatuhkan hukuman berat ke
istri keduanya. Sebagai hukumannya, jadi pembantu Siti
Rejenah.
Raden Panji Rajune ingin dinobatkan
ayahandanya menjadi raja, mengantikannya.
Namun ditolak Raden Panji dengn halus. Karena Raden
Panji merasa telah memiliki wilayah yang luas, dari hasil taruhan adu ayamnya.
Biarlah kerajaan ayahnya, menjadi warisan adikadik satu bapak dengannya, yaitu
anak dari istri kedua bapaknya. Cukuplah dia yang sengsara, dibuang dan
dibesarkan di hutan. Raden Panji tidak ingin adik satu bapaknya, menderita
sebagaimana yang dia alami.**
Hikmah dan makna dalam cerita:
• Sifat penghasut dan iri hati merupakan sifat tercela, penyakit
hati yang dibenci Tuhan. Untuk
menjadi mulia, tak perlu menghasut orang, cukup berbuat baik, maka derajat kita
akan
diangkat;
• Sogok, sopoi, suap-menyuap, atau kolusi ialah perbuatan yang dilaknat Tuhan,
dosa besar.
Pemberi dan penerima sama hukumnya;
• Kita tidak boleh menzalimi orang lain. Yang bukan hak kita, tak perlu
dipaksakan harus
menjadi milik kita. Sifat tamak, iri hati dan penghasut akan merugikan diri
kita sendiri;
• Jangan terlalu polos dan pasrah dengan keadaan, kezaliman harus dilawan
semampu yang
kita bisa;
• Jangan mudah percaya dengan ramalan seseorang. Jika ramalan itu benar, itu
hanya
kebetulan saja, dan akan membuat kita menjadi malas. Jika pun ramalan itu
salah, kita sudah
terjebak pada kesyirikan, apa lagi niat kita salah;
• Dalam Islam, tidak dibenarkan menyabung/mengadu ayam dan sejenisnya. Karena
perbuatan
tersebut menyiksa binatang, dan termasuk judi atau mengadu nasib;
• Sikap rendah hati dan tidak pendendam, merupakan sifat mulia dan menunjukan
akhlak
tinggi. Banyak hikmah dan kemuliaan yang didapat orang yang berperangai
demikian;
• Buah dari pengorbanan dan penderitaan seseorang adalah kesusksesan.
Contohnya, Raden
Panji Rajune yang bijaksana;
• Menilek¹, artinya melihat, menerawang atau meramal sesuatu;
• Tentemasan², maksudnya: kaedah atau yang berkaitan dalam nenemas/betemas;
• Nenemas³ (betemas), yaitu nujum/meramal dengan menggunakan media tertentu
misalnya
air, kunyit dan lainnya;
• Mun nang⁴, artinya jika yang;
• Bagos⁵, artinya bagus;
• Kabakan⁶, kabarkan, bilangkan,
sampaikan;
• Kuberik duet⁷, artinya kuberi uang;
• Mah⁸, pemanis kalimat, atau bisa bermakna lah;
• Sogok-menyogok/sopoi-menyopoi⁹, artinya kolusi;
• Ketawak¹⁰ sebutan untuk gong
• Sekabeh¹¹, artinya seluruh, semua;
• Nyogok¹², pembuatan/tindakan kolusi;
• Hasil tilekannya¹³, artinya hasil ramalannya/nujumnya;
• Ampon¹⁴, artinya ampun;
• Sembah patek harap diampon¹⁵, artinya sujud hamba harap
diampun;
• Penilekan¹⁶, artinya berdasarkan
ramalan/terawangan;
• Tue¹⁷, artinya tua;
• Mulie¹⁸, artinya mulia;
• Dayang¹⁹, yaitu sebutan untuk
pembantu pribadi permaisuri;
• Kepade²⁰, artinya kepada;
• Utan²¹, artinya hutan;
0 Komentar